Langsung ke konten utama

Mendatangi Kotamu

mendatangi kotamu
mayat lesungku memanggul bulan
jalan jalan neraka menaburkan potongan lengan
perjalananku tanpa udara
kusaksikan beribu jasad tanpa kepala mengapung
serupa persemayaman nisan
nisan di batas kota

aku nikmati pohon pohon memipih
tempat kotamu lahir mengibaskan
bendera bendera kelamin
yang kau pajang lewat jemari lentikmu
tapi aku fobia
seribu kali planet planet asing menyergapku

seketika aku gagal memagut
mayatku
kesepianku memanen sumur kering
seperti larung tanpa musik
musik angkasa. kata kataku jadi
makin buta
di dua lenganku yang kau salib
o, aku temui wajahku lebih
lolong dari serigala

mei 2007

Dody Kriswaloejo (Dody Kristianto)
lahir 3 april 1986 di Surabaya. mahasiswa sastra Indonesia Universitas Negeri Surabaya. saat ini bergiat di sanggar sastra Interlude. berdomisili di Sidoarjo

Komentar

  1. KADO ITU, WAJAHMU

    malam ini ada kado istimewa buatku
    sebuah bingkisan yang kerap kita perbincangkan
    dari berbagi mimpi,
    di dalamnya berisi wajah-wajah
    yang tak penah alpa membaca pertanda

    kulihat kelahiran,
    pun kematian
    tempat-tempat tak beralamat
    lorong-lorong gelap,
    septong cermin
    dan senyap

    September 06

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Khusus Wawancara dengan Penyair

SANG wartawan itu akhirnya bisa juga mencuri kesempatan, bertemu dengan Penyair Pujaan. Sejumlah pertanyaan sudah lama dia persiapkan. Sudah lama mendesak, "kapan kami diajukan?" Tapi, maklum penyair sibuk, ada saja halangan. Wawancara pun berkali-kali harus dibatalkan. *** + Anda sibuk sekali, Penyair? Ya, saya harus melayani kemalasan, masih direcoki oleh khayalan, dan sesekali harus bersembunyi jauh keluar dari diri sendiri. Belum lagi omong kosong yang sering datang bertamu, tak tentu waktu. Jangan kira jadi penyair itu enak. Jangan kira penyair itu seorang penguasa kata-kata. Kau tahu? Penyair yang baik itu adalah pelayan kerisauan bahasa. Dia harus memperlapang, apabila ruang pemaknaan menyempit. Dia harus mengajak dolanan, jika bahasa dirudung kemurungan. Tapi, dia harus mengingatkan, pabila bahasa mulai gurau kelewatan. + Ngomong-ngomong, puisi Anda pada kemana nih? Kok sepi? Ya, belakangan ini saya memang tidak banyak melahirkan puisi. Saya hanya menyiapkan banyak se...