Langsung ke konten utama

Lelaki Bermata Malam

LELAKI BERMATA MALAM

lelaki itu
menatap jalan
matanya serupa malam
kereta datang,
dari sejumlah kota dan kenangan
begitu cepat, begitu lekat

dan lelaki itu melihatnya
di kejauhan
yang pekat

januari 2007

NEGERI KENANGAN

di sini, negeri merambat sepanjang sungai
menjadi bayang-bayang
saat aku belajar berenang

di sini, sepasang burung berceracau
menjadi bayang-bayang
saat aku belajar terbang
meninggalkan kenangan

oktober 06

KADO ITU, WAJAHMU

malam ini ada kado istimewa buatku
sebuah bingkisan yang kerap kita perbincangkan
dari berbagi mimpi,
di dalamnya berisi wajah-wajah
yang tak penah alpa membaca pertanda

kulihat kelahiran,
pun kematian
tempat-tempat tak beralamat
lorong-lorong gelap,
septong cermin
dan senyap

September 06

SEPATU HITAM

sepatu hitam itu
mengantarku ke sebuah rumah
yang alamatnya selalu berubah

suatu ketika ia menyeretku membangun kota sunyi
dari mimpi paling sepi

oktober 06

BARANGKALI

barangkali,
ada semacam kesaksian
bahwa angin meninggalkanku
di kursi itu, saat mununggumu

barangkali kayu jati ini
yang senantiasa menatap
datang dan perginya
sebatang pohon
yang ditinggalkan
daun dan ranting
saat musim berganti

oktober 06

KOTA YANG DI PENUHI BURUNG

pelepah subuh terbelah
menyentak sunyi di pusar jantung
hingga ke palung-palung
bergaung
rajah nasib tanpa suara
aku tak pernah tahu pasti, kapan
kota ini tak pernah perang
ribuan burung berkabung
menjadi gaung

September 06

MELABUH

usai hujan,

aku dan laut masih saling menatap

antara keinginan bercinta

atau semacam kesia-siaan yang dalam
sebab kelak seluruh pantai akan lenyap
dari ingatanku, menjelma dermaga
seperti dirimu,
tanpa sepatah katapun
saat kau toreh kelam di cakrawala
Kupanggil kaucamar dan aku
meniadakanmu seperti sebuah dermaga.
di lautan.

Januari 2007


WARNA KELAHIRAN

Kota,
Adalah semayam masa silam
Sebuah kelahiran,
Seperti sekedar igau, atau
Pergantian
warna almanak
Di persintuhan siang-malam
Yang membuat kita selalu merasa asing
saat berpelukan
dengan bayang sendiri

januari 2007

Komentar

  1. dalam berproses menulis puisi aku sangat mengharapkan komentar dari pihak-pihak yang bisa membangun dan memberikan motifasi dalam menulis puisi.

    BalasHapus
  2. aku baca syair-syairmu

    saya suka larik seperti ini:

    usai hujan,
    aku dan laut masih saling menatap
    antara keinginan bercinta
    (sajak "Melabuh)

    atau yang ini:

    barangkali,
    ada semacam kesaksian
    bahwa angin meninggalkanku
    di kursi itu, saat mununggumu
    (sajak "Barangkali")

    tanpa harus berumit-rumit kata, sajak-sajakmu benar-benar asyik.

    BalasHapus
  3. Hamidin Krazan

    BalasHapus
  4. Semangat menanam sebuah kebajikan, meski bukan petani. Menanam tidak harus menuai. Apalagi "DI KOTA DIPENUHI BURUNG".
    Seperti menulis puisi tidak harus penyair kan? Tapi jika diam. Bagaimana kegelisahan ini dapat diurai? Pastinya, agar "Kabung tidak sebatas Gaung" kan?

    BalasHapus
  5. aku seneng banget dapat krtik dari kalian semua. dan aku tak hanya menginginkan sebuah pujian, terlepas dari itu semua aku sangat menyukai cara pandang siapapun yang membaca puisiku..aku tetap menunggu ucapan apapun selanjutnya dari anda yang mempunyai kata untuk puisi-puisiku.

    BalasHapus
  6. tapi masih meraba-raba apa maksud sebenarnya...^-^ thx

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Khusus Wawancara dengan Penyair

SANG wartawan itu akhirnya bisa juga mencuri kesempatan, bertemu dengan Penyair Pujaan. Sejumlah pertanyaan sudah lama dia persiapkan. Sudah lama mendesak, "kapan kami diajukan?" Tapi, maklum penyair sibuk, ada saja halangan. Wawancara pun berkali-kali harus dibatalkan. *** + Anda sibuk sekali, Penyair? Ya, saya harus melayani kemalasan, masih direcoki oleh khayalan, dan sesekali harus bersembunyi jauh keluar dari diri sendiri. Belum lagi omong kosong yang sering datang bertamu, tak tentu waktu. Jangan kira jadi penyair itu enak. Jangan kira penyair itu seorang penguasa kata-kata. Kau tahu? Penyair yang baik itu adalah pelayan kerisauan bahasa. Dia harus memperlapang, apabila ruang pemaknaan menyempit. Dia harus mengajak dolanan, jika bahasa dirudung kemurungan. Tapi, dia harus mengingatkan, pabila bahasa mulai gurau kelewatan. + Ngomong-ngomong, puisi Anda pada kemana nih? Kok sepi? Ya, belakangan ini saya memang tidak banyak melahirkan puisi. Saya hanya menyiapkan banyak se...