Langsung ke konten utama

Bilik Jumpa Sastra: Ari Pahala Baca Puisi

PENYAIR Ari Pahala Hutabarat membacakan sejumlah puisinya di Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa Universitas Lampung (Unila), Jumat, 9 Februari 2007) malam. Penyair yang pernah tampil di Ubud Writers and Readers Festival 2006 itu membacakan tak kurang 10 puisi, sebelum dilanjutkan pembedahan karya dengan pembicara Iswadi Pratama.

Pembacaan dan diskusi sastra yang digelar Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Univesitas Lampung bertajuk Bilik Jumpa Sastra tersebut, kini sudah memasuki bulan ketujuh. Sebelumnya para penyair Lampung yang tampil: Udo Z Karzi, Isbedy Stiawan ZS, Budi P. Hutasuhut, Edy Samudra Kertagama. "Ini merupakan kegiatan bedah dan baca karya sastra, digelar setiap bulan," jelas Lupita Lukman, penyair yang juga ketua UKMBS Unila.

Selain itu, Bilik Jumpa Sastra merupakan sebuah forum silaturahmi Sastrawan Lampung berkumpul sebagai satu keluarga, sekadar memberikan sedikit dari sehimpun pengalaman yang (tentu saja) didapat dari pergulatan hidup. "Tak berlebihan kiranya UKMBS Unila menjadi sebuah ruang alternatif bagi pembelajaran, juga sebagai persinggahan konkrit berbagai sudut pandang sastrawan yang beranega ragam," ujar Lupita.

Ari Pahala Hutabarat, alumnus FKIP Bahasa dan Sastra Indonesia Unila, merupakan penyair Lampung potensial saat ini. Ia mempublikasikan karya-karya puisinya di media lokal dan nasional seperti Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, Kalam, Lampung Post, dan lain-lain.

Ia pernah diundang pada Panggung Puisi Indonesia Mutakhir di TUK Jakarta, Pesta Sastra Internasional di TUK Juga (2003), Cakrawala Sastra Indonesia di DKJ/TIM Jakarta (2005), Festival Mei Bandung, dan lain-lain.

Ari tengah menyiapkan kumpulan puisi tunggal pertamanya. Rencananya akan diluncurkan tahun ini juga. Penyair ini juga adalah sutradara dan Direktur Artistik Komunitas Berkat yakin (KoBER) Lampung.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Khusus Wawancara dengan Penyair

SANG wartawan itu akhirnya bisa juga mencuri kesempatan, bertemu dengan Penyair Pujaan. Sejumlah pertanyaan sudah lama dia persiapkan. Sudah lama mendesak, "kapan kami diajukan?" Tapi, maklum penyair sibuk, ada saja halangan. Wawancara pun berkali-kali harus dibatalkan. *** + Anda sibuk sekali, Penyair? Ya, saya harus melayani kemalasan, masih direcoki oleh khayalan, dan sesekali harus bersembunyi jauh keluar dari diri sendiri. Belum lagi omong kosong yang sering datang bertamu, tak tentu waktu. Jangan kira jadi penyair itu enak. Jangan kira penyair itu seorang penguasa kata-kata. Kau tahu? Penyair yang baik itu adalah pelayan kerisauan bahasa. Dia harus memperlapang, apabila ruang pemaknaan menyempit. Dia harus mengajak dolanan, jika bahasa dirudung kemurungan. Tapi, dia harus mengingatkan, pabila bahasa mulai gurau kelewatan. + Ngomong-ngomong, puisi Anda pada kemana nih? Kok sepi? Ya, belakangan ini saya memang tidak banyak melahirkan puisi. Saya hanya menyiapkan banyak se...