demi tidurmu yang lelap
walau mentari membenci gelap
rela berbagi kepada malam
yang membawa cahaya hitam
Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”
Demi setiap mimpi,
BalasHapusTak pernah gelap dibenci,
dibenci mentari,
karena mereka selalu bersama,
bagaikan kepingan logamku yang terakhir.
Demi angin yang bergerak
BalasHapusMemburu arah berputar bergolak
tak pernah berhenti saat perih mata menyambut pagi