Langsung ke konten utama

Abdul Mukhid

courtesy of http://alumniteaterhampa.wordpress.com/personal/abdul-mukhid/Abdul Mukhid, lahir di Kepanjen Malang 22 februari 1974. Lulus dari pendidikan Bahasa Inggris IKIP Malang tahun 1998. Sewaktu SMA dan mahasiswa sering membacakan puisi-puisinya di radio-radio setempat, maupun dari kampus ke kampus. Saat ini menjadi instruktur bahasa inggris di Yayasan Persahabatan Indonesia Amerika (YPIA), di Malang. Aktif dalam Komunitas Bengkel Imajinasi dan redaktur buletin berkala BACA.

Puisinya termuat dalam antologi puisi bersama: Interupsi (SPMM,1994), Luka Waktu (Taman Budaya Jatim, 1998), Pemberontak Yang Gagal (Forum Remaja 2000, 1999), Ning (Sanggar Purbacaraka, 2000). Puisi bahasa inggrisnya masuk dalam antologi Whispering Recollections (International Library of Poetry, 2002). Sedangkan antologi tunggalnya "Tulislah Namaku Dengan Abu" (Babel Publishing, 2006).

Setelah Idul Fitri, Abdul Mukhid merencanakan baca puisi keliling antara lain ke Mojokerto dan Madura, namun tidak menutup kemungkinan ke kota lain asalkan tidak bertabrakan dengan jadwal mengajarnya. Selain baca puisi akan diadakan diskusi buku.

Teater adalah aktivitas kesenian lain yang digelutinya. Salah satu naskah drama nya Rahawana menjadi juara II lomba penulisan naskah Dewan Kesenian Medan 2005. Prestasi terbaiknya adalah menjadi salah satu sutradara terbaik dalam Pekan Seni Mahasiswa Regional Jatim atas nama Teater Hampa Indonesia IKIP Malang tahun 1999. Beberapa kali menjadi sutradara dan aktor dalam proses pementasan sejumlah komunitas kesenian di Malang.

Menjadi penerjemah adalah salah satu karirnya. Beberapa terjemahannya: Filsafat Ilmu Sosial Kontemporer (Tadarus dan Jendela, Jogyakarta, 2002), Seri Tokoh Dunia: Nietzsche (Bentang,Jogjakarta, 2003), Gender Voices (Pedati, Pasuruan, 2003), Telaah Kritis Rabindranath Tagore (Pedati, Pasuruan, 2003), The Fifth Column (Pedati, Pasuruan, 2004), The Theatre of the Absurd (Martin Esslin, dalam proses edit).

Kru Puitika.Net berkesempatan mewawancarai via email. Berikut perbincangannya.

Sejak kapan anda menulis puisi?

Saya memulainya secara iseng ketika saya SMP

Bagaimana masa kecil anda dan peran orangtua dalam karir sebagai penyair?

Orang tua saya bukan orang berpendidikan.Kepenyairan saya lebih banyak timbul dari pergulatan batin dan kegemaran membaca

Siapa penyair kesayangan dan antologi kesukaan anda?

Goenawan Mohammad, Sapardi Joko Damono, Rendra, Emha Ainun Najib, Octavio Paz, Robert Frost. Antologi 'asmaradana' [GM]

Bagaimana proses kreatif anda dalam menulis puisi, misal menentukan tema dan seterusnya?

Lebih banyak merupakan hasil kontempelasi yang mengendap baik yang bersifat individual, sosial maupun spiritual

Anda baru saja menerbitkan buku antologi terbaru, apa benang merah dari buku tersebut?

Sebagian besar merupakan catatan perjalanan batin saya dalam proses pencarian eksistensi diri dan hubungan dengan Tuhan

Anda berlatar belakang pendidikan sastra inggris, mana yang lebih nyaman, menulis puisi dalam bahasa inggris atau indonesia? alasannya?

Bahasa Indonesia tentunya karena merupakan bahasa ibu saya. Menulis dalam bahasa Inggris sering terkendala dengan keterlibatan batin dengan bahasa itu sendiri.

Apa filosofi hidup Anda?

Mengalir seperti air

Jenis musik yang Anda sukai?

Semua suka terutama New Age, Klasik dan Jazz

Anda aktif di teater, seberapa seberapa besar pentingnya berkomunitas menyokong Anda sebagai penyair?

Sangat penting karena mereka turut mempengaruhi kepenyairan dan pergulatan saya.

Jika Anda diberikan kesempatan untuk mewujudkan 3 permintaan Anda, apa yang akan Anda minta?

Hmmm sulit menjawabnya. Tapi baiklah saya akan jawab satu saja: saya hanya mengharapkan keridhaan Allah dalam setiap langkah dalam kehidupan saya.

Apa rencana selanjutnya dari seorang Abdul Mukhid?

Terus berkarya: berteater, menulis puisi, cerpen dan kalau mungkin novel. Yang jelas dalam waktu dekat saya akan keliling JATIM untuk promo antologi puisi saya.

Membaca puisi paling berkesan?

Waktu demo 1998 karena saya merasa betapa saat itu puisi amat dihargai banyak orang.

Terakhir, puisi menurut Anda?

Puisi adalah kehidupan dan kehidupan adalah puisi.

Komentar

  1. Salam,
    Dengan segala hormat, tolong kasih saya alamat email bang mukhid. Kirim ke email saya. Terimakasih atas bantuannya.
    Wassalam

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Khusus Wawancara dengan Penyair

SANG wartawan itu akhirnya bisa juga mencuri kesempatan, bertemu dengan Penyair Pujaan. Sejumlah pertanyaan sudah lama dia persiapkan. Sudah lama mendesak, "kapan kami diajukan?" Tapi, maklum penyair sibuk, ada saja halangan. Wawancara pun berkali-kali harus dibatalkan. *** + Anda sibuk sekali, Penyair? Ya, saya harus melayani kemalasan, masih direcoki oleh khayalan, dan sesekali harus bersembunyi jauh keluar dari diri sendiri. Belum lagi omong kosong yang sering datang bertamu, tak tentu waktu. Jangan kira jadi penyair itu enak. Jangan kira penyair itu seorang penguasa kata-kata. Kau tahu? Penyair yang baik itu adalah pelayan kerisauan bahasa. Dia harus memperlapang, apabila ruang pemaknaan menyempit. Dia harus mengajak dolanan, jika bahasa dirudung kemurungan. Tapi, dia harus mengingatkan, pabila bahasa mulai gurau kelewatan. + Ngomong-ngomong, puisi Anda pada kemana nih? Kok sepi? Ya, belakangan ini saya memang tidak banyak melahirkan puisi. Saya hanya menyiapkan banyak se...