Langsung ke konten utama

Yogya 5,9 Skala Richter

Untuk memperingati 100 hari Gempa Yogya, awal September 2006, Komunitas Sastra Indonesia bekerjasama dengan Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin berencana menerbitkan buku antologi puisi yang berisi 100 puisi dari 100 penyair.



Kepada para penyair Indonesia, ditunggu kiriman puisi anda yang bertema peristiwa duka Yogya dan kepedulian terhadap lingkungan hidup, melalui email ke alamat: kurnia_ef@yahoo.com selambat-lambatnya tanggal 31 Juli 2006. Para penyair boleh mengirim lebih dari satu puisi untuk dipilih oleh penyunting, yang terdiri dari: Ahmadun Yosi Herfanda, Endo Senggono, Saut Situmorang, dan Kurnia
Effendi.

Seluruh puisi merupakan sumbangan (tidak mendapatkan honorarium) dan hasil penjualan buku diperuntukkan bagi korban gempa Yogya & Jateng.
Terima kasih atas pertisipasi dan kontribusi yang diberikan.

Peluncuran buku – yang sementara berjudul "Yogya 5,9 Skala Richter" – dan renungan yang diperkirakan jatuh awal September 2006,
kemungkinan besar akan dilaksanakan di Yogya. Tempat penyelenggaraan akan kami beritahukan menyusul.


(kurnia effendi)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Tulisan yang Terhapus pada Kantung Infus

  Ada yang ingin ditulisnya pada setiap tetes cairan infus : semacam doa, mantra, atau sebuah gumam belaka 1/ Dia menduga bentuk sakitnya adalah sebuah kolam dan tiap tetes cairan infus akan membuat riak kecil di permukaannya, seperti butiran hujan yang pecah di atas patung batu Malin Kundang sesaat setelah dikutuk Ibunda diam-diam dia mulai menduga : inikah sakit anak perantauan? 2/ Ketika pada tangannya hendak dimasukkan sebentuk selang kecil ada rasa sakit, seperti jemari lentik Ibu mencubit masa kanak dia bergumam,” Ibu tetap tersenyum meski aku begitu nakal.” lalu dia memilih tertawa kecil, alih-alih mengaduh pelan 3/ Yang dia tahu, ada tulisan tangan Ibunda tersayang terhapus pada kantung infus. Menetes pelan-pelan, memasuki sebuah nadi dalam tubuhnya 2007