Langsung ke konten utama

Bocah yang Berlarian di Jalur Tubuhku



Bocah-bocah berlarian di sepanjang
    rangka tubuhku
membawa setumpuk kenangan dan harapan
   yang dikaitkan di kantong baju.

Setiap waktu, mereka melewati jalur tubuhku
  yang rapuh
dengan igau dan bahasa yang kian asing.
           Kian asing.


Petang kadang terlalu nakal
      tak mengembalikan si jantan pulang.

Mereka yang berlarian berpacu dengan usia.
Masa kanak yang riang
mengisi kepala mereka
dengan barisan toko, robot, PS 2, Nintendo
      dan iklan susu.

Senja menyeretku pada luapan
      duka cita;
Tak kau lihat bulan kesepian?
Tak ada yang menyapa bintang
rumput di halaman kian tumbuh dan menghijau
     oh bintang kemana bulan

Tak ada aku-kau.
Ribuan masa kanak kita disimpan
dalam tabung televisi.
Mereka, para bocah, gegas di tubuhku
     -yang serupa rel-
mengantar mereka pada perjalanan
jauh, beratus-ratus pulsa jaraknya.

Kemana masa kanakku sembunyi
   sepetang ini tak jua pulang?

Orang-orang malang
  yang melepas duka cita dengan riang.
Kali, sawah, layangan dan ujung kail
adalah roti, biskuit, dan makanan kaleng
yang disuapkan iklan ke mulut mereka
   "sudah tradisi.."

Aduh, sesore ini
anak-anak masuk ke tabung televisi
 berlarian sepanjang iklan

Yogyakarta, 2006

*
Indrian Koto lahir 19 februari 1983 di Nagari Teratak, sebuah perkampungan kecil di daerah pesisir bagian selatan Sumatera Barat. Tinggal di Yogyakarta dan bergiat di Rumahlebah. Tengah belajar di fakultas Ilmu Sosial & Humaniora , jurusan sosiologi di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Beberapa tulisannya pernah dimuat di beberapa media. Diantaranya, Tempo, KR, Riau Pos, Padang Ekspress, Solo Pos, Bernas, dan Minggu Pagi.

Puisi Nominasi Sayembara Puisi Puitika Edisi April 2006
Dengan Tema " Anak-anak Kita, Anak Indonesia"



Komentar Dukungan

gila banget! kami, kelompok kecil dari raung diskusi dan bincang-bincang sastra
membaca kesepuluh puisi pada finalis itu. apa boleh buat, memilih itu memang berta
dan sulit. toh begitu kami memang menemukan satu pusi yang menurut kami mewakili
kegelisahan kami juga. Bocah yang Berlarian di Sepanjang Jalur Tubuhku. ini tepat
banget untuk hal yang kami rasakan. kami merasakan keperihan yang sama. sungguh...

   
"fodka nigtio" <fodka_nigtio@yahoo.co.id>
_____________________________________


Saya bersama ini dengan mantap meminang Bocah yang
Berlarian di Jalur Tubuhku sebagai pilihan pertama,
sebab puisi ini sangat mengesankan dalam beberapa hal:
pertama, pilihan imaji-imaji  serta metafornya (yang
saya rasa orisinil tetapi langsung akrab); kedua,
sudut pandangnya dalam menampilkan sejumlah bahaya
laten modern yang, sebagaimana disadari penuh oleh
sang aku liris, sedang mengancam anak-anak. 

Salam,
Tjipoetat Quill

      "Tjipoetat Quill" <tjipoetatquill@yahoo.com>
______________________________________

Ya, bagiku puisi ini mewakili apa yang menjadi realitas saat ini, dimana kita
kehilangan beberapa tahun yang tiba-tiba saja menjelma menjadi abad yang lain. dan
puisi ini, mewakili kegamangan saya juga.
  selebihnya, seperti puisi-puisi yang lain tentu saja ia memiliki beberapa
kekurangan. setidaknya menyampaikan ironi yang berlebihan.
  tapi, ia telah mengingatkan saya pada masa kecil yang tidak pernah kembali.
  sukses dan terima kasih.

"Indra Wijaya" <bos_atong@yahoo.co.id>
_______________________________________


Komentar

  1. Apakah sajak ini bersesuaian dengan tema 'kompetisi' kali ini tentang 'maut' ??
    Maaf saya tidak mendapatkan 'kisah maut' di sini, mungkin lebih tepat jika puisi ini diikutkan pada kompetisi sebelumnya..tentang 'anak'.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membincang Telimpuh Hasan Aspahani

Membaca puisi-puisi dalam Telimpuh, kumpulan puisi kedua Hasan Aspahani, ibarat menyimak percakapan yang digambar dengan berbagai teknik dan dipulas dengan warna-warna yang melimpah. Tengok saja: ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab di bingkai pertama, balon percakapan itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut, juga dingin dan kata-kata di dalamnya jadi percik rintik. Aku menggambar payung untukmu, tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”

Puisi-Puisi Emong Soewandi

MOSAIK SEBUAH JEMBATAN KEDUKAAN kedukaan kini mesti diseberangi dengan berat yang mungkin tak terimbangkan antara aku dan keinginan, serta hati yang telah tertatih membimbing imajinasi ke puisi romantik tentang laut dan pelangi. maka jadilah bentuk dan garis bersinggungan tak-beraturan tanpa pangkal tanpa akhir tanpa isi tanpa tubuh adalah kegelisahan sebagai sandi-sandi rahasia yang memerlukan kunci pembuka diikat dengan rantai-rantai matahari ambang fajar. namun selalu saja lupa dimana ditaruh sebelumnya atau, mungkin telah lolos dari kantung untuk ingkari kesetiaan janji tentang bertanam benih di lahan yang baik ah, tentu butuh waktu untuk menemukannya sementara galau telah sampai di puncak tanpa purna-kepastian bengkulu, oktober 2005 LALU KEMARAU DI BULAN KEEMPAT belum ‘kan ada bunga kopi mekar, yang tegak di atas cadas. di antara daunan yang terkulai ditampar kering bumi. yang memang sulit tepati janji berikan mata air. maka jadilah pagi hari kita cukupkan saja dengan selemba...

Khusus Wawancara dengan Penyair

SANG wartawan itu akhirnya bisa juga mencuri kesempatan, bertemu dengan Penyair Pujaan. Sejumlah pertanyaan sudah lama dia persiapkan. Sudah lama mendesak, "kapan kami diajukan?" Tapi, maklum penyair sibuk, ada saja halangan. Wawancara pun berkali-kali harus dibatalkan. *** + Anda sibuk sekali, Penyair? Ya, saya harus melayani kemalasan, masih direcoki oleh khayalan, dan sesekali harus bersembunyi jauh keluar dari diri sendiri. Belum lagi omong kosong yang sering datang bertamu, tak tentu waktu. Jangan kira jadi penyair itu enak. Jangan kira penyair itu seorang penguasa kata-kata. Kau tahu? Penyair yang baik itu adalah pelayan kerisauan bahasa. Dia harus memperlapang, apabila ruang pemaknaan menyempit. Dia harus mengajak dolanan, jika bahasa dirudung kemurungan. Tapi, dia harus mengingatkan, pabila bahasa mulai gurau kelewatan. + Ngomong-ngomong, puisi Anda pada kemana nih? Kok sepi? Ya, belakangan ini saya memang tidak banyak melahirkan puisi. Saya hanya menyiapkan banyak se...